Suasana hati galau menyilau
Merana dalam hampa menyapa
Nelangsa hadir menyindir
Merayap pelan dalam waktu tak menentu
Ku lahir dalam sembilan bulan berjalan
Menggeliat menerpa ibunda menyapa canda
Ku besar dalam sepi tak bertepi
Terbalut dalam rindu yang sendu
Lagu lama kembali mengalun merdu
Ditemani desau angin risau
Menyebut nama-nama dengan malu
Merenda hari-hari dalam galau menghalau
Kini aku bukan balita yang banyak meminta
Kini aku bukan anak-anak mengarak jarak
Aku bukan pula remaja yang manja
Aku merasa dewasa karena ingin meminang ustadzah
Namun, masih tersisa asa yang tak biasa
Adakah ustadzah yang tak bermadzab feminis
Tapi bersikap manis pada anak-anak yang mau pipis
Atau mimpikah bila melati mesti menanti
Perjaka pemalu yang ragu melulu
Dalam bingkai cita yang tertata
Antara cinta dan derita
Tanpa peduli tahta atau harta
Inilah rangkai kata-kata terbata
Yang ku pinta hanya data dan fakta
Bersediakah dikau menjadi ustadzah di rumah ta
Bersediakah diakau menjadi ustadzah di gubuk tak berbata
Kelopak bunga merekah bermahkota
Kuncupnya mengecup mengatup mata
Orang tuaku sudah sangat renta
Mengharap mantu dan cucu tuk berbagi cerita
Mudah-mudahan saja mertua tak gila harta
Karena sang perjaka masih kurang jata
Untuk melamar ustadzah dengan permata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar